STUDI KASUS PELANGGARAN ETIKA BISNIS
PT. INDOFOOD (INDOMIE)
PENDAHULUAN
Indomie adalah
merek produk mi instan dari Indonesia. Di Indonesia, Indomie diproduksi oleh
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk. Selain dipasarkan di
Indonesia, Indomie juga dipasarkan secara cukup luas di manca negara, antara
lain di Amerika Serikat, Australia, berbagai negara Asia dan Afrika serta
negara-negara Eropa, hal ini menjadikan Indomie sebagai salah satu produk
Indonesia yang mampu menembuspasar internasional . Di Indonesia sendiri,
sebutan "Indomie" sudah umum dijadikan istilah generik yang merujuk
kepada mi instan.Namun pemasaran Indomie ke luar negeri bukannya tanpa masalah,
di Taiwan sempat terjadi masalah ketika produk Indomie ditarik dari pasaran,
berikut ini penjelasannya “Pihak berwenang Taiwan pada tanggal 7 Oktober 2010
mengumumkan bahwa Indomie yang dijual di negeri mereka mengandung dua bahan
pengawet yang terlarang, sehingga dilakukan penarikan semua produk mi instan
"Indomie" dari pasaran Taiwan. Selain di Taiwan, dua jaringan
supermarket terkemuka di Hong Kong untuk sementara waktu juga tidak menjual mi
instan Indomie.
PERMASALAHAN
Berdasarkan pendahuluan di atas ada dua sudut pandang
yang muncul, yaitu:
- PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Karena
pada produk indomie yang diproduksi oleh perusahaan mengandung dua zat
berbahaya yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat) dimana dua zat tersebut
seharusnya hanya untuk kosmetik bukan untuk makanan. Perusahaan telah melanggar
prinsip etika dalam berbisnis yaitu prinsip keadilan, dan prinsip saling
menguntungkan, dimana perusahaan hanya mementingkan keuntungan semata tanpa
memikirkan para konsumen yang mengonsumsi mie instan yang mengandung zat
berbahaya.
- PT. Indofood Sukses Makmur,Tbk Tidak Melakukan Pelanggaran Etika Bisnis
Kasus Indomie
yang mendapat larangan untuk beredar di Taiwan karena disebut mengandung
bahan pengawet yang berbahaya bagi manusia dan ditarik dari peredaran. Zat yang
terkandung dalam Indomie adalah methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic
acid (asam benzoat). Kedua zat tersebut
biasanya hanya boleh digunakan untuk membuat kosmetik, dan
pada Jumat (08/10/2010) pihak Taiwan telah memutuskan untuk menarik semua
jenis produk Indomie dari peredaran.
Tanggal
9 Juni 2010, Food and Drugs Administration (FDA) Taiwan melayangkan surat
teguran kepada Kantor Dagang dan Ekonomi Indonesia di Taiwan karena produk
tersebut tidak sesuai dengan persyaratan FDA. Dalam surat itu juga dicantumkan
tanggal pemeriksaan indomie dari Januari-20 Mei 2010 terdapat bahan pengawet
yang tidak diizinkan di Taiwan di bumbu Indomie goreng dan saus barberque.
Kasus Indomie
kini mendapat perhatian Anggota DPR dan Komisi IX akan segera memanggil
Kepala BPOM Kustantinah. "Kita akan mengundang BPOM untuk menjelaskan masalah
terkait produk Indomie itu, secepatnya kalau bisa hari Kamis ini," kata
Ketua Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning, di Gedung DPR, Senayan,
Jakarta, Selasa (12/10/2010). Komisi IX DPR akan
meminta keterangan tentang kasus Indomie ini bisa terjadi, apalagi pihak negara
luar yang mengetahui terlebih dahulu akan adanya zat berbahaya yang terkandung di
dalam produk Indomie.
A Dessy Ratnaningtyas, seorang praktisi
kosmetik menjelaskan, dua zat yang terkandung didalam Indomie yaitu methyl
parahydroxybenzoate dan benzoic acid (asam benzoat) adalah bahan
pengawet yang membuat produk tidak cepat membusuk dan tahan lama. Zat berbahaya
ini umumnya dikenal dengan nama nipagin. Dalam
pemakaian untuk produk kosmetik sendiri pemakaian
nipaginini dibatasi maksimal 0,15%.Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan
tentang adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie
ini.
Kustantinah
menjelaskan bahwa benar Indomie mengandung nipagin, yang juga berada di dalam
kecap dalam kemasam mie instan tersebut. tetapi kadar kimia yang ada dalam
Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi, lanjut Kustantinah.Tetapi
bila kadar nipagin melebihi batas ketetapan aman untuk di konsumsi
yaitu 250 mgper kilogram untuk mie instan dan 1.000 mg nipagin per kilogram
dalam makanan lainkecuali daging, ikan dan unggas, akan berbahaya bagi tubuh
yang bisa mengakibatkan muntah-muntah dan sangat berisiko
terkena penyakit kanker.
Menurut
Kustantinah, Indonesia yang merupakan anggota Codex Alimentarius Commision,produk
Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi
mutu,gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota
Codec.Produk Indomie yang dipasarkan diTaiwan seharusnya untuk dikonsumsi di
Indonesia.
Kesimpulan
dari sudut pandang ini, perusahaan tidak melakukan pelanggaran etika bisnis
sebab perusahaan sudah mengikuti standar yang ditetapkan, sebab perusahaan
dalam hal penggunaan zat tersebut masih dalam tahap wajar.
PEMBAHASAN MASALAH
Indofood merupakan salah
satu perusahaan global asal Indonesia yang produk-produknya banyak di ekspor ke
negara-negara lain. Salah satunya adalah produk mi instan Indomie. Di Taiwan
sendiri, persaingan bisnis mi instant sangatlah ketat, disamping
produk-produkmi instant dari negara lain, produk mi instant asal Taiwan pun
banyak membanjiripasar dalam negeri Taiwan.Harga yang ditwarkan oleh Indomie
sekitar Rp1500, tidak jauh berbeda dari harga indomie di Indonesia, sedangkan
mi instan asal Taiwan dijual dengan harga mencapai Rp 5000 per bungkusnya.
Disamping harga yang murah, indomie juga memiliki beberapa keunggulan
dibandingkan dengan produk mi instan asal Taiwan, yaitu memiliki berbagai
varian rasa yang ditawarkan kepada konsumen. Dan juga banyak TKI/W asal
Indonesia yang menjadi konsumen favorit dari produk Indomie selain karena
harganya yang murah juga mereka sudah familiar dengan produk Indomie.Tentu saja
hal itu menjadi batu sandungan bagi produk mi instan asal Taiwan, produkmereka
menjadi kurang diminati karena harganya yang mahal. Sehingga disinyalir pihak
perindustrian Taiwan mengklain telah melakukan penelitian terhadap produk
Indomie, dan menyatakan bahwa produk tersebut tidak layak konsumsi karena
mengandung beberapa bahan kimia yang dapat membahayakan bagi kesehatan.
Hal tersebut sontak dibantah
oleh pihak PT. Indofood selaku produsen Indomie. Mereka menyatakan bahwa produk
mereka telah lolos uji laboratorium denganhasil yang dapat
dipertanggungjawabkan dan menyatakan bahwa produk indomie telah diterima dengan
baik oleh konsumen Indonesia selama berpuluh-puluh tahun lamanya. Dengan
melalui tahap-tahap serangkaian tes baik itu badan kesehatan nasional maupun
internasional yang sudah memiliki standarisasi
tersendiri terhadap penggunaan bahan kimia dalam makanan, indomie dinyatakan
lulus uji kelayakan untuk dikonsumsi.Dari fakta tersebut, disinyalir penarikan
produk Indomie dari pasar dalam negeri Taiwan disinyalir karena persaingan
bisnis semata, yang mereka anggap merugikan produsen lokal.Yang menjadi
pertanyaan adalah mengapatidak sedari dulu produk indomie dibahas oleh
pemerintah Taiwan, atau pemerintah melarang produk Indomie masuk pasar Taiwan?.
Melainkan mengklaim produk Indomie berbahaya untuk dikonsumsi padasaat produk
tersebut sudah menjadi produk yang diminati di Taiwan.
Dari kasus tersebut
dapat dilihat bahwa ada persainag bisnis yang telah melanggar etika dalam
berbisnis.Hal-hal yang dilanggar terkait kasus pelanggaran etika bisnis pada
perusahaan PT Indofood secara hukum :
·Undang-undang
nomor 8 tahun 1999 pasal 3 F yang berisi meningkatkan kualitas barang dan jasa
yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang/jasa, kesehatan, kenyamanan,
dan keselamatan konsumen
·Undang-undang
nomor 8 tahun1999 pasal 4 A tentang hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/jasa·Undang-undang nomor 8 tahun 1999 pasal 8
yang berisi “pelaku usaha dilarang untuk memperdagangkan barang yang rusak,
cacat atau bekas dan tercemar dengan atau tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar atas barang yang dimaksud.
SOLUSI PERLINDUNGAN KONSUMEN
Solusi dalam pelanggaran
akan etika bisnis dalam hal perlindungan konsumen pada kasus yang dialami
perusahaan :
- Dalam Undang-undang pasal 62 disebutkan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17, ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e,, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2.000.000.000,00 (dua milyar rupiah).
- Terhadap sanksi pidana sebagaimana dalam pasal 62, dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa :
1.Perampasan
barang tertentu;
2.Pengumuman
putusan hakim;
3.Pembayaran
ganti rugi;
4.Perintah
penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan timbulnya kerugian konsumen;
5.Kewajiban
penarikan barang dari peredaran; atau
6.Pencabutan izin
usaha.
KESIMPULAN
Dari kasus indomie di Taiwan
dapat dilihat sebagai contoh kasus dalam etika bisnis. Dimana terjadi kasus
yang merugikan pihak perindustrian Taiwan yang produknya kalah bersaing dengan
produk dari negara lain, salah satunya adalah Indomie yang berasal dari
Indonesia. Taiwan berusaha menghentikan pergerakan produk Indomie di Taiwan,
tetapi dengan cara yang berdampak buruk bagi perdagangan
Global.
Tetapi jika dilihat dari sudut
pandang lain, dapat disimpulkan bahwa PT.Indofood tidak melakukan pelanggaran
etika bisnis dan hanyalah kesalahpahaman antara pihak Taiwan dan Indonesia.
Masalah tersebut bertambah karena produk indomie yang di pasarkan di Taiwan
seharusnya untuk di konsumsi di Indonesia bukan di Taiwan, sehingga terjadilah
kasus penarikan produk Indomie di pasaran Taiwan karena standar yang di
tetapkan Taiwan dengan Indonesia berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
http://vickyanggraini18.blogspot.in/2014/10/etika-bisnis-pada-pt-indofood.html.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2016
http://argafeb.blogspot.in/2014/01/etika-bisnis-analisis-kasus.html.
Diakses pada tanggal 27 Maret 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar